Minggu, 20 Juni 2010

PENERIMAAN MAHASISWA BARU 2010 Akademi Kimia Analis Bogor


PENERIMAAN MAHASISWA BARU

Akademi Kimia Analisis (AKA) Bogor merupakan perguruan tinggi pertama di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan di bidang kimia analisis. Menerapkan kurikulum berbasis kompetensi yang didukung sarana dan prasarana serta tenaga pengajar yang berpengalaman. Lulusan yang dihasilkan kompeten di bidang kimia analisis, berwawasan lingkungan, memiliki kemampuan menguasai komputer dan mampu berbahasa inggris dengan baik. Lulusan juga dibekali dengan life skill, kemampuan untuk berwirausaha. 80% lulusan diterima bekerja di industri.
PERSYARATAN

* Pendaftar dapat berasal dari SMA/MA jurusan IPA atau SMK yang memberikan mata pelajaran KIMIA dalam struktur kurikulumnya.
* Membayar uang pendaftaran Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) langsung atau melalui rekening no. 0012.01.001062.303 Bank BRI Cabang Bogor Juanda a.n. Akademi Kimia Analis.
* Pas foto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm (1 buah) dan 3x4 cm (1 buah).

JALUR SELEKSI RAPOR

* Khusus bagi SMA/MA/SMK tahun ajaran 2008/2009, dapat mengikuti seleksi rapor dengan membawa fotocopy rapor sampai dengan semester akhir yang telah dilegalisir.
* Pendaftaran untuk seleksi rapor paling lambat tanggal 16 mei 2009.
* Pendaftar yang tidak diterima sebagai mahasiswa AKA melalui seleksi rapor dapat mengikuti ujian masuk tanpa dipungut biaya tambahan.

JALUR UJIAN MASUK

Pendaftaran untuk ujian masuk paling lambat tanggal 9 Juli 2009
Hari : Sabtu, 11 Juli 2009, Jam : 08.00 - 12.00 WIB
Tempat : Kampus AKA Bogor
Materi : Kimia, Fisika, Matematika dan Bahasa Inggris

Sekretariat Akademi Kimia Analisis Bogor :
Jl. Pangeran Sogiri No. 283 Tanah Baru Bogor
Telp. 0251-8650351, Fax 0251-8650352
Email : akainfo@aka.ac.id
Akademi Kimia Analisis Bogor
Didirikan 1959
Lokasi Jl. Ir. H. Juanda 7Bogor 16122, Jawa Barat, Indonesia
Telepon 0251-323637, 328648

Sumber : http://www.aka.ac.id

Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun 2010 Sekolah Tinggi Multi Media MMTC


PMB

I. Program Studi yang dibuka

1. Manajemen Produksi Siaran (Manaprodsi)
Peserta didik akan mampu menjadi Penulis Naskah dan Sutradara Program TV dan Radio serta
akan mampu berperan sebagai Penata Artistik Program TV.

2. Manajemen Produksi Pemberitaan (Manarita)
Peserta didik akan mampu menjadi News Produser, News Writer, News Director, serta Reporter
Program TV dan Radio.

3. Manajemen Teknik Studio Produksi (Matekstosi)
Peserta didik akan menguasai peralatan operasional studio produksi Program TV dan Radio, serta
mampu menjadi Kamerawan, Editor, Penata Cahaya, Penata Suara maupun Technical Director.

4. Animasi
Peserta didik akan mampu merancang, memproduksi dan membuat model produk industri, mampu
membuat karakter animasi, dan menganimasikan untuk kepentingan film animasi 3D, mampu
memanfaatkan teknik 3D untuk membuat program pendukung siaran televisi.

II. Pendaftaran
• Pendaftaran (online) mulai 15 Februari - 20 Agustus 2010, melalui www.mmtc.ac.id/pmb
• Tes (computer based) & wawancara dilaksanakan setiap Hari Jumat pukul 09.00 – selesai pada
tanggal 12 Maret, 26 Maret, 9 April, 23 April, 7 Mei, 29 Mei, 11 Juni, 25 Juni, 9 Juli, 29 Juli, 6 Agustus
dan 20 Agustus 2010
• Pengumuman hasil test dilaksanakan pada Minggu terakhir Maret , Minggu ke-2 Mei, Minggu
terakhir Juni, Minggu ke-4 Agustus 2010 melalui www.mmtc.ac.id/pmb

III. Syarat
• Mendaftar secara online di www.mmtc.ac.id/pmb
• Mencetak (download) formulir untuk mendapat nomor pendaftaran.
• Membayar biaya pendaftaran sebesar Rp. 150.000,- melalui Bank BNI nomor rekening
0030446856 atas nama Sekolah Tinggi Multi Media “MMTC” Yogyakarta
• Datang di STMM “MMTC” Yogyakarta Jl. Magelang Km. 6 Yogyakarta pada hari kerja pukul 09.00 –
15.00 WIB, khusus Hari Jumat pukul 09.00 – 14.00 WIB, untuk:

a. Melakukan verifikasi pendaftaran untuk mendapatkan nomor test dengan membawa
persyarataran:
• Bukti pembayaran dari Bank BNI
• Surat keterangan sebagai siswa/siswi SMA/SMK/sederajat dari sekolah atau fotokopi Raport
Kelas 3 atau fotokopi Ijazah SMA/SMK/sederajat
• Foto 4x6 sejumlah 4 lembar
• Bukti pendaftaran/form online yang sudah dicetak

b. Melakukan test (computer based) dan wawancara sesuai jadwal yang ditentukan.



Sumber : http://www.mmtc.ac.id

Pendaftaran Calon Penerima Bea Siswa Tugas Belajar/ Mahasiswa Baru STPP Medan TA. 2010/2011


Pendaftaran Calon Penerima Bea Siswa Tugas Belajar/ Mahasiswa Baru STPP Medan TA. 2010/2011

Bersama ini kami sampaikan bahwa Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Medan akan melaksanakan penerimaan Mahasiswa Baru/ Bea Siswa Tugas Belajar Tahun Akademik 2010/2011 Pendidikan Program Diploma IV (D.IV) Jurusan Penyuluhan Pertanian dan Penyuluhan Perkebunan. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ini kami sampaikan Tata Cara Pendaftaran dan Formulir yang harus diisi oleh Calon Mahasiswa.
Tata Cara Pendaftaran Calon Mahasiswa Baru Reguler
1. Persyaratan Pendaftaran Mahasiswa Baru

1. Pegawai Negeri Sipil dengan status Tenaga Fungsional penyuluh pertanian/perkebunan;
2. Pegawai Negeri Sipil dengan status Tenaga Teknis lingkup Pertanian;
3. Umur maksimal 45 tahun (September 2010);
4. Berbadan sehat, tidak sedang mengidap penyakit menahun, dan bukan pengguna narkoba;
5. Bersedia mentaati dan melaksanakan segala peraturan yang berlaku di STPP Medan;
6. Bersedia memenuhi persyaratan administrasi lainnya yang ditetapkan;

2. Cara Pendaftaran

Mengisi formulir pendaftaran yang disediakan di Sekretariat penerimaan calon mahasiswa baru (lampiran 1) dan melengkapinya dengan dokumen pendaftaran, masing-masing rangkap 1. kemudian menyerahkannya ke panitia pendaftaran di STPP Medan.

Kelengkapan dokumen pendaftaran adalah sebagai berikut :

1. Formulir pendaftaran mahasiswa STPP yang telah diisi dengan lengkap dan benar;
2. Foto copy SK Pangkat/Golongan terakhir, SK Tenaga Fungsional/Tenaga Teknis yang telah dilegalisir;
3. Foto copy ijazah terakhir yang telah dilegalisir;
4. Pas foto ukuran 4 x 6 (hitam putih), sebanyak 2 lembar;
5. Foto copy DP3 tahun terakhir bagi Pegawai Negeri Sipil;
6. Surat rekomendasi untuk mengikuti pendidikan dari atasan tempat yang bersangkutan bekerja;
7. Daftar riwayat hidup bagi peserta tugas belajar dengan Form DN-5 (lampiran 2);
8. Usulan calon mahasiswa Tugas belajar Dalam Negeri Departemen Pertanian Form DN-3 (lampiran 3);
9. Surat perjanjian tugas belajar bermaterai Rp.6000,- (lampiran 4)
10. Surat keterangan Dokter dari Rumah Sakit Pemerintah tentang bebas narkoba, kesehatan jantung, paru-paru, liver dan penyakit menahun lainnya (lampiran 5);
11. Melampirkan surat pernyataan bersedia tidak hamil selama mengikuti pendidikan dengan materai Rp. 6000,- bagi calon mahasiswa wanita;
12. Surat pernyataan bersedia untuk tinggal di asrama dan mentaati serta melaksanakan peraturan yang berlaku di STPP selama mengikuti pendidikan, dengan materai Rp. 6.000,- dan diketahui oleh pimpinan instansinya;
13. Surat keterangan/sertifikat prestasi/penghargaan/Diklat yang telah diterima (apabila ada)

3. Lain-lain
1. Waktu dan Tempat Pendaftaran
* Jadwal Pelaksanaan Penerimaan Mahasiswa Baru STPP Medan TA. 2010/2011
KEGIATAN : GELOMBANG I & GELOMBANG II
Pendaftaran : 06 April – 23 Juni & 06 Juli – 12 Agustus
Seleksi Administrasi : 06 April – 24 Juni & 06 Juli – 13 Agustus
Seleksi Akademik : 27-28 Juni & 15 - 16 Agustus
Penentuan Kelulusan : 05 Juli & 23 Agustus
Pengumuman Kelulusan : 06 Juli & 24 Agustus
Daftar Ulang : 07 Juli – 16 Juli & 25 Agustus – 23September
Perkuliahan Semester I: 20 September & 20 September

* Tempat Pendaftaran Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Medan (STPP) Medan
Jl. Binjai Km. 10 Tromol Pos 18, Medan 20002, Sumatera Utara
Telp. 061 - 8451544, Fax. 061 – 8446669
E-mail : info@stppmedan.ac.id
Website : www.stppmedan.ac.id

2. Selama Pendidikan mahasiswa tinggal di asrama.

3. Tidak dipungut biaya pendidikan, mahasiswa yang diterima akan memperoleh fasilitas akomodasi, konsumsi dan uang saku.

Sumber : www.stppmedan.ac.id

Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru POLITEKNIK LPP


POLITEKNIK LPP
Jl. LPP No. 1A Balapan Yogyakarta 55222
Telp. (0274) 555776

Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru

Pada tahun ajaran 2009/2010 Politeknik LPP kembali melakukan penerimaan Mahasiswa Baru untuk seluruh Program Studi dengan ketentuan :

Jadwal pendaftaran & Biaya Pendidikan Program D-III:

1. Sumbangan Pengembangan Akademik (SPA) hanya dikenakan sekali selama studi dan dapat diangsur 3 kali pada tahun pertama.

Besar SPA menurut jadwal Pendaftaran :

Gelombang I : 01 April - 31 Mei 2010 Rp. 7.000.000,-

Gelombang II : 01 Juni - 30 Juli 2010 Rp. 7.250.000,-

Gelombang III : 02 Agustus - 30 September 2010 Rp. 7.500.000,-

2. Bagi putra-putri karyawan PT Perkebunan Nusantara, RNI dan siswa berprestasi mendapatkan keringanan biaya SPA sebesar 10%

3. Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP)

SPP Tetap : Rp. 750.000,-/Semester

SPP Variabel : Rp. 50.000,-/SKS Teori

: Rp. 55.000,-/SKS Praktikum

Satu Semester rata-rata 14 SKS Teori dan 6 SKS Praktikum

Jadwal pendaftaran & Biaya Pendidikan
Program D-IV (Setingkat S-1): Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan

1. Sumbangan Pengembangan Akademik (SPA) hanya dikenakan sekali selama studi dan dapat diangsur 3 kali pada tahun pertama sebesar Rp. 10.000.000,- dengan jadwal pendaftaran tanggal 1 Mei s.d. 30 September 2010.
2. Bagi putra-putri karyawan PT Perkebunan Nusantara, RNI dan siswa berprestasi mendapatkan keringanan biaya SPA sebesar 10%

3. Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP)

SPP Tetap : Rp. 1.000.000,-/Semester

SPP Variabel : Rp. 60.000,-/SKS Teori

: Rp. 65.000,-/SKS Praktikum

Satu Semester rata-rata 14 SKS Teori dan 6 SKS Praktikum

Syarat Pendaftaran :

1. Siswa kelas 3 atau alumni SMA, SMK, MA

2. Mengirim copy nilai raport semester 5/Surat Tanda Kelulusan via pos/fax/email dengan mencantumkan program studi yang dipilih, alamat lengkap dan nomor telepon.

3. Lulus Seleksi untuk Program D-IV

Informasi
pendaftaran dapat di peroleh di Kampus Politeknik LPP Jl. LPP 1 A,
Balapan Yogyakarta Telepon (0274) 555776 Faksimil (0274) 585274, dapat
pula diakses melalui website : www.politeknik-lpp.ac.id dan email : surat@politeknik-lpp.ac.iddengan contact person Ari Prabowo HP. 08179412380, Indaryati HP.
085868198484, Sulistyani HP. 081904250885, Mahagiyani HP. 081578955695

Pusat Penyedia Tenaga Profesional Bidang Perkebunan Sejak Tahun 1950

Kamis, 17 Juni 2010

Semar Gugat



Alam murka, hutan terbakar, hujan dan banjir melanda dimana-mana, petir menyambar-nyambar, angin puting beliung mengamuk tiada henti. Gunung-gunung meletus, bumi memuntahkan cairan panas kental berwarna hitam legam. Manusia berlarian kesana-kemari mencari selamat. Mereka dibuat bingung dan gelisah hampir tak ada yang sempat memikirkan orang lain. Sementara saat kemarau air menghilang, tanah-tanah mengering, tanaman menjadi layu dan mati. Hewan dan manusia banyak yang sakit dan kelaparan. Udara panas karena polusi. Itulah buah yang harus dipetik sebagai hasil dari perbuatannya sendiri.
Sekelumit gambaran diatas adalah kenyataan kehidupan manusia saat ini. Alam dipaksa dan ditundukkan tanpa memperhatikan kelestariannya. Semua yang ada diambil dan dikuras untuk memenuhi kerakusan manusia yang berujung pada murkanya alam. Ngunduh Wohing Pakarti, itulah kolo bendu yang harus ditanggung karena manusia mau dan rela menjalani Jaman Edan. Semua alur kehidupan tergerus dalam Jaman edan, manusia edan, dewa-dewa edan dan seluruh lakon kehidupan juga sama-sama edan, semua tokoh wayang dalam kotak ikut terseret dalam krisis besar kehidupan yang dapat difahami dengan istilah KRISIS KEBUDAYAAN, sebagaimana contoh; Narodo yang ikut larut dan menyusup dalam tubuh Kanekojati. Tak mau kalah dalam menyemarakan jaman edan, Dosomuko ikut menyusup pila pada tubuh Ontorejo. Maka kehidupan menjadi kacau balau, karena semuanya larut dalam prahara. Dewa-dewa menyusup pada manusia dan ikut mendorong lahirnya pertempuran dan penghancuran tatanan kehidupan. Inilah yang menjadi awal cerita tentang “Semar Gugat”. Gugat karena tinggal Kresno, Wisanggeni dan Semar sendiri yang dapat bertahan dari arus krisis kehidupan dan menjadi kekuatan Tri Tunggal yang berusaha untuk menata kembali kehidupan.
Adalah sebuah kisah tentang krisis yang terjadi di kerajaan Amarta, karena raja Puntodewo yang bertahta dan memegang titah kurang memperhatikan jalannya roda pemerintahan dengan baik, dan justru terdengar kabar bahwa Prabu Puntodewo hendak menyatukan kerajaan Amarta dengan kerajaan Astina yang dipimpin oleh Prabu Duryudono. Mendengar kabar tersebut maka Prabu kresna mengadakan pertemuan agung yang diikuti oleh Bolodewo, Setyaki, Sombo, Udowo untuk membahas persoalan krisis yang terjadi di kerajaan Amarta. Pada saat pertemuan digelar, ditengah-tengah pembicaraan munculah Ontorejo yang mengadu kepada Prabu Kresna tentang sikap Puntodewo yang tidak lagi memikirkan masa depan masyarakat dan pemudanya. Ontorejo berbicara dengan nada marah dan menyalahkan Prabu Kresna karena dianggap sebagai sesepuh dan penuntun yang tidak dapat mengendalikan sikap dan perilaku Prabu Puntodewo. Ontorejo yang wajahnya nampak merah padam itu sebenarnya telah disusupi oleh Dosomuko.
Mendengar kemarahan Ontorejo, maka Baladewa tidak dapat membendung amarahnya. Ontorejo sudah dianggap kurang ajar dan tidak punya tata karma. Terjadilah perang mulut yang sengit. Ontorejo diseret keluar oleh Bolodewo. Keadaan semakin memanas. Disaat perang tanding hampir dimulai, muncullah Semar melerai pertengkaran tersebut. Lalu Semar mengingatkan pada Prabu Kresno untuk melihat keadaan semakin rusaknya kerajaan Amarta. Semar menyindir pada Prabu Kresna sebagai dewa ketentraman dan Puntodewo sebagai dewa kebahagiaan tidak berbuat apa-apa ketika melihat para pemuda dan masyarakat semakin kacau balau dalam terpaan krisis yang semakin besar. Semar menyerahkan persoalan besar tersebut pada Prabu Kresno untuk dapat menarik kembali pendowo agar tidak berkumpul dan menyatu dengan kurawa di Astina. Sementara Semar akan segera naik ke kahyangan karena ia merasakan ada keganjilan di kadewatan yang menjadi sebab atas berbagai persolan yang terjadi di Amarta. Ia merasa ada pandito yang bernama Sabdo Dewo yang ternyata telah disusupi oleh Batara Guru.
Kerajaan Ombak Samudera
Prabu Kanekojati bersama-sama dengan Togok dan Bilung berada dalam suatu pembicaraan. Prabu Kanekojati yang didalam dirinya telah disusupi oleh Narodo mengutarakan niatnya yang memiliki keinginan yang kuat untuk menjajah tanah JAWA. Maka dari itu prabu Kanekojati dari awal sudah menyiapkan siasat dengan jalan mengutus begawan Sabdo Dewo untuk menyatu dengan Astina. Bagi Prabu Kanekojati, tanah Jawa adalah tanah yang dikaruniahi dengan kekayaan alam yang maha melimpah. Masyarakatnya hidup dalam suasana tentram dan damai. tradisi dan kebudayaan yang adi luhung membuat masyarakat yang hidup ditanah Jawa memiliki pengetahuan yang tinggi serta budi pekerti yang luhur. Tanah Jawa adalah tanah yang didalamnya terbangun peradaban yang maju, terutama dibidang kesusastraan, pertanian, ketataprajaan, keprajuritan, seni budaya dan lain sebagainya. Tanah Jawa juga dikenal dengan kedalaman cipta, rasa dan karsa yang mewujud berupa ketinggian dan keluasan akal budi, kedalaman spiritual dan ke adi luhungan seni budayanya. Namun hasrat untuk menjajah tanag Jawa itu mendapat nasehat dari Togog dan Bilung agar tidak dilanjutkan. Mereka berdua mengharap agar Prabu Kanekajati mengurungkan niatnya. Namun Prabu Kanekojati tidak menggubris nasihat tersebut, bahkan ia segera menyiapkan pasukannya untuk menyerang tanah Jawa. Ditengah perjalanan pasukan mereka bertemu dengan prajurit Dorowati yang diikuti oleh putera-putera Pandawa seperti Gatutkoco, Wisanggeni, Ontoseno dan lain-lain. Terjadilah pertempuran yang sangat hebat.
Werkudoro dan Nogo Gini
Nogo Gini memendam amarahnya pada Werkudoro karena sebagai istri ia sangat jarang diperhatikan. Namun Werkudoro selalu berkilah jikalau ia dianggap tidak memperhatikan Nogo Gini. Karena sangat kesal pembicaraan yang membahas tentang biduk keluarga mereka sedikit memanas. Nogo Gini mengungkit bahwa Werkudoro tidak sayang dan memperhatikan keluarga dengan baik. Ini terbukti dengan diamnya Werkudoro padahal anaknya sendiri Ontorejo dihajar dan dijadikan bulan-bulanan oleh Bolodewo. Akhirnya beranglah hati Werkudoro mendengar kalau anaknya dihajar oleh Bolodewo. Ia segera berangkat menacari Bolodewo. Pertempuran sengit tak bisa dihindarkan. Namun belum sempat jatuh korban segera Prabu Kresno melerai pertempuran diantara mereka. Segera Prabu Kresno mendatangkan Hanoman yang memiliki aji pengkabaran untuk melihat kedalam diri Ontorejo yang ternyata sudah disusupi oleh Dosomuko. Maka wajar bila
sikap Ontorejo menjadi sangat kasar pada Prabu Kresno dalam pertemuan agung. Hanoman segera mengeluarkan Dasamuka dari diri Ontorejo. Prabu Kresno memberikan wejangan bahwa pemuda-pemuda harus memiliki pengetahuan dan membangun dirinya dengan pengetahuan agar hidupnya menjadi lebih baik. Karena jika para pemuda tidak memiliki konsep dan aktivitas yang jelas, maka akan sangat gampang dirinya disusupi oleh Dosomuko sebagai simbul ganasnya penyusupan kebudayaan asing ditengah-tengah kita. Prabu Kresna juga menyampaikan pada Werkudoro dan Bolodewo bahwa ia sedang mencari siapa yang mampu menandingi kesaktian Sabdo Dewo dan Kanekojati. Bahkan Prabu Kresna mencarinya hingga ke kahyangan.
Pertapaan Sapto Argo
Begawan Abiyoso menerima kedatanag Abimanyu yang diiringi oleh Gareng, Petruk, Bagong. Disana mereka diajarkan tentang kewajiban-kewajiban yang harus diemban sebagai kesatria. Begawan Abiyasa memberikan lima prinsip dasar yang harus dilaksanakan seorang kesatria; Pertama; Rumekso Kayuwaning Projo. Kedua; Ngayomi Poro Pandito Resi. Ketiga; Tresno Marang Bongso lan Welas-Asih Marang Sapodo-Padaning Tumitah. Keempat; Setyo Tuhu Marang Janji Sarto Nuhoni Marang Sabdo Kang Wus Kawedar. Kelima; Tunduk Marang Bebener Kang Adedasar Adil. Serta lima hal yang harus dimiliki oleh seorang kesatria; Satu; Guno, Dua; Sudiro, Tiga; Susilo, Empat; Anurogo, dan Lima; Sambirogo.
Setelah mendapatkan wejangan dari bagawan Abiyoso, Abimanyu diminta untuk segera berangkat mencari begawan Pamintosih (perwujudan dari Semar) yang sedang laku “Topo ngrame”artinya bertirakat dikeramaian. Diperjalanan, Abimanyu dihadang bala tentara Ombak Samudera dan terjadilah perang kembang. Pertempuran yang hebat itu dimenangkan oleh Abimanyu.
Pertapaan Condro Wulan
Begawan Kanesworo Yekso dan Putri Dewi Kanesworo Wati ingin mencari ketenangan dan ketentraman batin, namun jalan ketenangan itu terganggu karena ia tergila-gila pada Janoko. Akhirnya Kanesworo Wati berangkat menuju Amarta. Diperjalanan bertemu dengan Abimanyu dan terjadilah perang yang sangat hebat. Karena kesaktiannya Abimanyu terpenatal hanya dengan bentakan saja. Tubuhnya terlempar sangat jauh hingga jatuh dipangkuan begawan Pamintosih (Semar).
Di Astina pura juga sedang terjadi pembicaraan serius. Duryudono, Puntodewo, Janoko, Nakulo dan Sadewo, berkumpul dengan Begawan Sapto Dewo membicarakan gagalnya perang barotoyudho. Perang itu akan gagal dengan cara membunuh Semar. Janoko menyanggupi menjalankan misi tersebut. Lalu Janoko mencari Semar untuk dibunuh, namun tidak disadari bahwa dibalik itu begawan Sapto Dewo ikut bermain dan mendorong Janoko secara halus.
Diperjalanan Janoko bertemu dengan Kanesworo Yekso, terlibatlah perang tanding hingga Janoko tak mampu meladeni kesaktiannya. Tubuh Janoko terpental sangat jauh dan terjatuh dipangkuan begawan “Pamintosih” yang sesungguhnya adalah Semar. Janoko akhirnya bertemu dengan Abimanya. Mereka tidak mengetahui bahwa begawan Pamintosih itu adalah Semar. Janoko dan Abimanyi meminta pertolongan pada begawan Pamintosih agar mereka bisa mengalahkan Sabdo Dewo. Terjadilah perang antara Pamintosih dengan Kanesworo Yekso. Pertempuran tersebut sampai merubah Pamintosih ke wujud asal sebagai Semar dan Kanesworo Yekso sebagai Betari Kanestren yang tidak lain adalah istri semar sendiri. Lalu kanesworo Wati disabda oleh Semar dan kembali ke wujud awal yakni menjadi Sumpingnya Puntadewa.
Terjadilah perang alang-alang kumitir yang melibatkan Kresna, Wisanggeni dan Semar. Mereka bertiga berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk menyelesaikan persoalan bangsa dan negaranya yang sedang dilanda krisis disegala bidang. Semar mengatakan pada Kresna dan Wisanggeni untuk memetik hikmah dari semua kejadian ini. Sebab ada kalanya dijaman edan ini dewa-dewa juga sama-sama ikut edan. Orang yang sadar dan ingat tiba-tiba ikut hanyut pada keadaan. “Sing iling dadi gendeng sing gendeng dadi eling”. Inilah dinamika kehidupan dijaman yang serba gila ini. Semar terus bertutur pada Kresna dan Wisanggeni untuk meneguhkan mereka menjadi Tri tunggal yang dapat bersama-sama menata kembali kehidupan. Disertai Kresna dan Wisanggeni inilah Semar melakukan Gugat pada kehidupan dan mengadu pada Sang Hyang Wenang Tuhan Yang Maha Kuasa.
Disunting : Dari berbagai sumber

Petruk Menjadi Raja



Alkisah, tuannya, Abimanyu menderita sakit. Abimanyu adalah perantara, yang nantinya akan mewariskan dampar (tahta) Palasara, pendiri Astina, kepada Parikesit, anaknya. Bersamaan dengan sakitnya, pergilah ketiga wahyu yang dimilikinya, yakni wahyu Maningrat, yang menyebarkan benih keratuan, wahyu Cakraningrat, yang menjaga keberadaannya sebagai ratu, dan wahyu Widayat, yang melestarikan hidupnya sebagai ratu.
Ketiga wahyu itu kemudian hinggap pada diri Petruk. Ia pun akhirnya dapat menjadi raja di negara yang dinamainya Lojitengara. Ia menggelari dirinya Prabu Wel-Geduwel Beh!. Untuk kukuh menjadi raja, ternyata ia membutuhkan damper kerajaan Astina, warisan Palasara. Petruk memerintahkan kepada kedua patihnya, Bayutinaya—titisan Anoman—dan Wisandhanu—titisan Wisanggeni, anak Arjuna--, untuk mencuri tahta Palasara itu.
Kedua utusan itu berhasil membawa pulang tahta tersebut. Prabu Wel-geduwel Beh mencoba duduk di atasnya. Begitu duduk, ia pun terjungkal. Ia coba lagi berulangkali. Sang Prabu akhirnya menyerah dan memperoleh bisikan melalui penasihat kerajaan bahwa supaya tidak terjungkal, ia harus memperoleh boneka yang bisa dililing (dilihat dan ditimang). Petruk kembali menyuruh kedua utusannya, Bayutinaya dan Wisandhanu untuk mencari boneka yang dimaksud. Tanpa memperoleh rintangan yang berarti, kedua utusannya berhasil membawa boneka itu yang tak lain adalah Abimanyu yang sedang sakit.
Ketika dipangku Prabu Wel-Geduwel Beh, Abimanyu sembuh. Dan Abimanyu berkata, "Kamu takkan bisa menduduki tahta itu, jika kamu tidak memangku aku".
"Pada saat itulah saya mengalami, bahwa saya ini hanyalah kawula. Dan saya sadar, saya akan tetap tinggal sebagai kawula, tak mungkinlah saya bisa duduk sebagai raja. Tugas saya hanyalah memangku raja, agar ia dapat menduduki tahtanya. Tuanku Abimanyu dapat duduk di tahta raja karena saya memangkunya. Jadi raja itu takkan bisa menjadi raja, kalau tidak dipangku kawula, rakyat jelata seperti saya ini", kata Petruk sambil memandang tanah datar di hadapannya.
Dulu Petruk tidak tahu, mengapa ketiga wahyu itu pergi meninggalkan tuannya dan hinggap padanya. Sekarang ia paham, wahyu sebenarnya hanya pergi untuk sementara. Ia pergi hanya untuk nitik, menengok siapakah yang memangku orang yang kedunungan (dihinggapi) wahyu. Wahyu itu tidak asal hinggap. Dia akan hinggap pada orang yang layak dihinggapi, dan orang yang layak itu haruslah orang yang dipangku Petruk, sang rakyat dan sang kawula ini. Maka setelah tahu, bahwa Petruklah yang memangku Abimanyu, wahyu itupun berhenti menitik dan ketiganya kembali kapada Abimanyu.
Di hadapan tanah datar itu, pikiran Petruk melayang lagi. Ia sedih mengingat gugurnya Abimanyu dalam Perang Bharata Yudha. Petruklah yang menggendong jenazah Abimanyu. Petruk pula yang membakar mayat Abimanyu menuju alam Mokshaya. "Saya ini hanyalah rakyat. Betapa pun hinanya diri saya, hanya saya yang bisa mengantarkan Sang Raja menuju alam kesempurnaannya. Sampai ke Moksha pun, raja itu bergantung pada kawula. Hanya rakyatlah yang dapat menyempurnakan hidup raja, bahkan ketiak ia berhadapan dengan akhiratnya", ujar Petruk.
"Memang, kawula, sang rakyat ini ada sepanjang zaman. Sementara raja itu tidaklah abadi. Ia bertahta hanya dalam masa tertentu. Ketika masa itu lewat, ia harus turun atau binasa. Sementara rakyat terus ada. Buktinya, saya ini ada di sepanjang zaman. Menjadi punakawan, hamba yang menemani penguasa dari masa ke masa, sampai hari ini. Kawula iku ana tanpa wates, ratu kuwi anane mung winates ( rakyat itu ada tanpa batas, sedangkan raja itu ada secara terbatas)", kata Petruk.
Petruk makin menyadari, siapa diri rakyat itu sebenarnya. Hanyalah rakyat yang dapat membantu penguasa untuk menuliskan sejarahnya. "Maka seharusnya penguasa itu menghargai kawula. Penguasa itu harus berkorban demi kawula, tidak malah ngrayah uripe kawula (menjarah hidup rakyat). Kwasa iku kudu ana lelabuhane (kuasa itu harus mau berkorban). Kuasa itu bahkan hanyalah sarana buat lelabuhan, kendati ia masih berkuasa, ia tidak akan di-petung (dianggap) oleh rakyat. Raja itu bukan raja lagi , kalau sudah ditinggal kawula. Siapa yang dapat memangkunya, agar ia bisa menduduki tahta, kalau bukan rakyat? Raja yang tidak dipangku rakyat adalah raja yang koncatan (ditinggalkan) wahyu," kata Petruk.
Tapi Ki Petruk, mengapa banyak penguasa yang tak memperhatikan kawula,menginjak-injak dan menghina kawula, toh tetap dapat duduk di tahtanya?
"Dalam pewayangan pun ada penguasa yang tak dipangku rakyat seperti saya. Dia adalah Dasamuka yang lalim. Dia adalah Duryudana yang serakah. Seperti halnya hanya ada satu tahta Palasara, demikian pula hanya ada satu tahta rakyat.
Duryudana berkuasa, tapi tak pernah berhasil menduduki tahta Palasara. Banyak penguasa berkuasa, tapi mereka sebenarnya tidak bertahta di dampar yang sebenarnya, yakni dampar rakyat ini", jawab Petruk.
Tiba-tiba Petruk mendengar, tanah datar di hadapannya itu bersenandung. Makin lama semakin keras bahkan menjadi senandung Panitisastra: dulu tanah itu adalah hutan lebat yang bersinga. Singa bilang, kalau hutan tak kujaga tentu ia akan dibabat habis oleh manusia. Dan hutan bilang, kalau singa tak kunaungi dan pergi dariku, pasti ia akan ditangkap oleh manusia. Akhirnya singa dan hutan sama-sama binasa. Singa yang tak berhutan dibunuh manusia, hutan yang tak bersinga dibabat manusia….
"Raja dan rakyat harus wengku-winengku (saling memangku), rangkul-merangkul, seperti singa dan hutan, seperti Abimanyu dan Petruk", kata Ki petruk menyenandung tembang Panitisast
Disunting : Dari berbagai macam sumber

Senin, 14 Juni 2010

Srikandi dan Drupadi




Pandawa dan Punakawan segera ikut membantu mempersiapkan upacara pembakaran jenasah yang akan dilakukan untuk Raden Gandamana. Tampak Dewi Drupadi dan Dewi Srikandi serta Raden Drustajumena menangisi kepergian paman mereka.
Dewi Drupadi tidak berani menatap ke Bratasena yang ternyata tinggi dan besar sekali itu. Demikian juga Srikandi selalu berpura-pura sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Dan tanpa disadari tiba-tiba begitu banyak gadis dari keputren membantu mempersiapkan upacara itu, kelihatannya semua gadis di kerajaan ini ingin melihat lebih dekat Satria muda berwajah sangat tampan itu.
Pada malam hari di halaman istana semua sudah siap untuk upacara pembakaran mayat. Dibawah sinar bulan purnama semua orang berkumpul dan berdoa kepada dewa agar menerima arwah Raden Gandamana. Permaisuri kerajaan, Dewi Drupadi dan Dewi Srikandi yang masih saja menangisi tiada henti. Permadi yang belum kenal dengan Srikandi mencoba menghibur Srikandi agar tidak terlalu bersedih hati. Srikandi yang gundah itu bercampur aduk perasaannya antara sedih, senang, resah dan berdebar-debar, demi dilihatnya Satria tampan itu menghiburnya.
Setelah acara pembakaran mayat itu Dewi Drupadi tidak dapat tidur, apakah ia akan bisa menjadi isteri dari Satria tinggi besar yang bernama Bratasena itu. Satria itu memang terlihat baik, namun sebenarnya dalam hatinya ia menginginkan seorang suami yang tidak suka bertanding, berkelahi, membunuh orang, atau berperang. Dia menginginkan seorang laki-laki yang agung dan suci hatinya dan mencintai kedamaian. Demikian juga dengan Dewi Srikandi malam itu tidak dapat tidur memikirkan Satria tampan bernama Permadi adik sang Bratasena. Apakah rombongan mereka akan segera pulang ke asalnya?.
Keesokan harinya Bratasena dan para Pandawa menghadap kepada Prabu Drupadi dan menjelaskan semua bahwa mereka sebenarnya adalah Pandawa putera Prabu Pandudewanata dan bahwa Bratasena sebenarnya mengikuti pertandingan ini bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk kakaknya yang bernama Puntadewa yang saat ini sedang menjaga ibu mereka dihutan, itu juga sesuai dengan pesan ibunya Dewi Kunti. Prabu Drupadi mengangguk-angguk dia telah sering mendengar tentang Pandudewananta raja Astina itu yang saat ini kerajaannya dikuasasi oleh Kurawa anak-anak Desterata kakak dari Pandudewanata, Padahal mereka semua diasuh dan dilatih oleh guru yang sama yaitu Pendeta Durna, atau si Bambang Kumbayana, saudara sepupunya dari negeri atas angin yang menyusul dirinya ke tanah Jawa ini.
Demi mendengar bahwa ternyata putrinya akan dinikahkan dengan seorang Putra Mahkota kerajaan Astina Pandudewanata, yang bernama Puntadewa, Permaisuri kerajaan ibunda Dewi Drupadi bergegas minta diri ke belakang dan segera memanggil anaknya Dewi Drupadi, dan sambil mereka duduk di kursi menjelaskan bahwa dia tidak akan menikah dengan Bratasena melainkan dengan Puntadewa putera sulung Prabu Pandudewanata.
“Apakah kamu tidak apa-apa putriku?” bertanya ibunda permaisuri. “Aku hanya pasrah pada kehendak Dewa ibu, apabila hal itu telah menjadi kehendak Dewa maka aku tidak berkebaratan ” demikian jawaban Dewi Drupadi dengan dada yang berdebar-debar, siapa lagikah si Puntadewa itu, ternyata mereka adalah putera-putera raja. Ah dimanakah mereka kini tinggal. berbagai pertanyaan timbul dalam benak Drupadi.
Sementara itu Prabu Drupada telah menjelaskan kepada Bratasena bahwa hal itu akan diserahkan kepada Dewi Drupadi sendiri apakah dia besedia menjadi isteri orang lain yang tidak ikut dalam dari Sayembara ini. Karena saat itu ia teringat bagaimana bersemangatnya putrinya itu berteriak-teriak memberi semangat kepada Bratasena pada saat ia bertanding melawan Raden Gandamana.
Dalam pada itu masuklah Ibunda Permaisuri dengan Dewi Drupadi yang datang sambil menunduk. Kemudian Prabu Drupada segera menjelaskan maksud Bratasena mengikuti sayembara dan bertanya kepada putrinya apakah dia berkeberatan. Dewi Drupadi malu mengatakan hal yang sebenarnya, dan melihat kearah ibundanya untuk membantu menjelaskan. Ibundanya segera tanggap dan menjelaskan bahwa putrinya tidak berkeberatan dengan hal itu, asalkan itu benar-benar adalah kehendak Dewa.
Dan Ibundanya menjelaskan bahwa dari pembicaraan dengan putrinya, putrinya ingin agar Puntadewa datang sendiri ke Istana untuk bertemu dengan Prabu Drupada dan menyampaikan keinginannya.
Bapa Semar ikut bicara demi mendengar hal itu, dia bersedia untuk menyampaikan segalanya kepada momongannya Puntadewa agar dia mau datang sendiri ke Istana Cempalareja. Selanjutnya rombongan Pandawa meminta diri untuk kembali ke Hutan Amarta dan menyampaikan berita itu kepada Puntadewa dan Ibu Dewi Kunti.
Mendengar rombongan pandawa akan pulang meminta diri Srikandi berlari secepat kilat kebelakang dan segera mengambil bungkusan makanan yang telah dipersiapkan dari tadi kalau-kalau mereka akan pulang hari ini. Dengan malu-malu Srikandi memberikan bekal itu kepada Permadi. Permadi yang bisa merasakan bahwa putri raja adik Drupadi ini sangat tertarik kepadanya menerima bungkusan itu dengan senang hati, kemudian memberikan kepada punakawan untuk membawakan makanan itu sambil berterima kasih. Kemudian mereka mulai berangkat pulang kembali ke Wanamarta.
Sumber: bharatayudha.multiply.com

Sabtu, 12 Juni 2010

KAKAWIN ARJUNAWIWAHA



Diceritakan bahwa setelah kalah dalam permainan judi (yang curang) melawan Kurawa, Pendawa yang terdiri dari 5 bersaudara (Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sahadewa) telah kehilangan hak atas kerajaan Amertha dan harus hidup di pengasingan selama 12 tahun dan 1 tahun hidup dalam penyamaran total sebagai Pandawa. Setelah itu mereka baru berhak kembali atas kerajaannya. Dalam persiapan merebut kembali kerajaan Amertha, Arjuna diperintahkan oleh Yudhistira agar memohon senjata-senjata sakti dewa Siwa. Untuk maksud tersebut, Arjuna akan melakukan samadha di gunung Indrakila, sebuah bukit dipegunungan Himalaya. Ditempat lain diceritakan bahwa ada seorang raja raksasa sakti mandraguna bernama Niwatakawaca. Raja tersebut telah mendengar tentang adanya seorang bidadari yang cantik luar bisa bernama Suprabha. Kemudian berangkatlah ia ke kahyangan tempat kerajaan dewa Indra untuk meminta Suprabha menjadi istrinya. Para dewa dan dewa Indra tentu saja marah atas permintaan ini karena tidak sesuai kodrat dan juga martabat. Namun mereka juga sadar bahwa raja Niwatakawaca memiliki kesaktian luar biasa dan bahkan para dewa tidak mampu mengalahkannya. Mereka akhirnya melaporkan permintaan ini kepada dewa Siwa. Oleh Siwa dijelaskan bahwa itu semua memang sudah merupakan takdir dan jalan sejarah yang harus ditempuh. Niwatakawaca tidak bisa dikalahkan oleh siapapun termasuk para dewa. Namun takdir pulalah yang mengatakan bahwa raja raksasa maha sakti hanya dapat dikalahkan oleh seorang satria. Oleh karena itu yang dapat mereka lakukan sekarang adalah memperpanjang waktu agar supaya ketika waktunya tiba maka satria para dewa nantinya sudah dapat ditemukan dan dengan demikian dia akan dapat menghadapi serta mengalahkan Niwatakawaca. Selanjutnya kepada sang raja diberitahu bahwa nanti pada saatnya bidadari Suprabha akan diserahkan kepadanya karena sekarang mereka akan mempersiapkannya sebaik-baiknya supaya nanti tidak akan mengecewakan raja tersebut. Untuk sementara mengobati kekecewaan sang raja, dia diberi beberapa apsara (mahluk wanita setengah dewi). Sang raja Niwatakawaca menyanggupi hal itu dan kemudian kembali kekerajaanya. Dalam kebingungan ketika para dewa mencari satria yang diharapkan,,kahyangan diterpa kegaduhan karena goncangan hebat akibat yoga tapa seorang satria di bumi. Setelah dilihat ternyata Arjuna penyebab kegaduhan semua ini. Arjuna melakukan semedhi dengan segala kemampuan dan yoga-nya yang dahsyat. Mereka pun kemudian berharap bahwa Arjuna-lah yang nantinya merupakan satria yang dicari-cari tersebut. Untuk itu maka Indra memutuskan untuk menguji ketabahannya dalam melakukan yoga, karena merupakan jaminan agar bantuannya sungguh akan membawa hasil seperti yang diharapkan. Maka diutuslah 2 orang bidadari yang kecantikannya menakjubkan yakni Tilotama dan Suprabha untuk mengujinya. (konon setelah mereka diciptakan mereka menghormati para dewa dengan melakukan pradaksina, para dewa demikian terpesonanya sehingga Brahma mengenakan 4 muka dan Indra seribu mata agar selalu dapat mengamati kemana keduanya tanpa merugikan martabatnya),. Sebagai satriya pilihan, maka Arjuna sangat tabah dan tahan dengan godaan tersebut. Walau kedua bidadari tersebut menggunakan segala akal dan upaya agar Arjuna tergoda, tetap saja Arjuna tak bergeming dan usaha mereka sia-sia. Bahkan konon dalam beberapa versi diceritakan Suprabha justru jadi jatuh hati dengan Arjuna. Dengan rasa kecewa akhirnya mereka pulang ke kahyangan dan melaporkan hal ini kepada Indra. Bagi para dewa kegagalan ini justru merupakan suatu berita gembira karena dengan demikian terbuktilah salah satu syarat calon mereka terpenuhi. Mengetahui hal ini, selanjutnya Siwa memutuskan untuk turun sendiri kedunia. Kali ini dia berwujud sebagai seorang pemburu. Sementara itu ditempat lain, para raja raksasa disekitar pertapaan Arjuna mendengar berita apa yang telah terjadi di gunung Indrakila. Kemudian mereka mengutus seorang raksasa bernama Muka untuk mengusik Arjuna dan membatalkan yoga-nya. Dengan berwujud seekor babi hutan, ia mengacaukan tempat pertapaan Arjuna. Terkejut oleh segala hiruk pikuk,,Arjuna keluar dari pertapaannya dan mengangkat senjata. Dengan sekali panah maka babi hutan itupun mati tertikam oleh panah Arjuna. Tanpa diduga sama sekali ternyata ketika didekati, tubuh babi hutan tersebut telah tertancap 2 buah panah. Ternyata pada saat bersamaan sang pemburu, yang aslinya adalah Siwa, juga berhasil menancapkan panahnya. Terjadilah perselisihan diantara keduanya atas siapa yang berhak memiliki binatang tersebut. Perselisihan memuncak hingga diputuskan beradu menggunakan panah. Panah-panah sakti Siwa berhasil dipatahkan kekuatannya oleh Arjuna. Akhirnya bertempuran dilanjutkan dengan berkelahi. Arjuna hampir kalah,lalu memegangi kaki lawannya (atau bahkan Arjuna akan membanting tubuh pemburu), dan sang pemburu-pun lenyap. Yang muncul selanjutnya adalah Siwa, bersemayam selaku ardhanariswara (setengah pria – setengah wanita – diatas bunga padma). Arjuna kemudian memujanya dengan suatu wadah pujian yang mengungkapkan pengakuannya terhadap Siwa yang hadir dalam segala bentuk. Siwa kemudian menghadiahkan Arjuna sebuah panah yang maha sakti dan tidak dapat dipatahkan oleh apapun juga, namanya Pasupati. Sekaligus diberikan pengetahuan bagaimana cara menyimpannya secara gaib dan menggunakannya kelak. Sesudah itu Siwa lenyap.Ketika Arjuna bersiap-siap kembali kepada saudara-saudaranya dan berniat memberitakan keberhasilannya dalam memperoleh senjata maha sakti dari Siwa, datanglah 2 orang dewi utusan Indra. Mereka memberitahukan Arjuna supaya menghadap Indra untuk membantu para dewa dalam membunuh raja raksasa maha sakti Niwatakawaca. Untuk sesaat Arjuna merasa ragu-ragu karena jika ia mengabulkan permintaan tersebut maka ia akan lebih lama lagi terpisah dari saudara-saudaranya. Namun akhirnya ia menyetujui. Ketika sampai di kahayangan, Arjuna disambut dengan riang gembira. Para bidadari menjadi semakin tergila-gila dengan kehadiran Arjuna dikahyangan, demikian pula dengan Suprabha. Indra menjelaskan keadaan yang tidak menguntungkan karena adanya permintaan dan niat jahat dari raja Niwatakawaca. Dan sudah menjadi garis takdirnya bahwa raja tersebut hanya dapat dikalahkan oleh seorang satria terpilih. Namun mereka juga harus dapat menemukan pusat kesaktian raja tersebut, sehingga nanti dari situlah dia dapat dikalahkan. Setelah menerima semua penjelasan tersebut Arjuna menyetujui untuk membantu. Kemudian disusunlah suatu strategi dimana supraba dilibatkan, karena tugas itu pula maka Suprabha jadi semakin dekat dengan Arjuna.
Disetujui bahwa Suprabha akan diserahkan kepada Niwatakawaca. Namun sebagai pendamping disertakan juga Arjuna dengan sembunyi-sembunyi. Tugas utama Suprabha nantinya adalah merayu sang raja supaya mau membocorkan rahasia kekuatannya. Ketika sampai di kerajaan Niwatakawaca, Suprabha sempat ragu-ragu apakah dia nanti akan mampu menjalankan tugas yang diembannya. Arjuna memberi semangat dan dorongan bahwa tugas mulia tersebut demi kesejateraan dan kedamaian para dewa serta jagat raya. Arjuna akhirnya meyakinkan Suprabha bahwa dia akan berhasil asal ia menggunakan segala rayuan seperti yang ia perlihatkannya ketika Arjuna sedang bertapa didalam gua. Setibanya di kerajaan Niwatakawaca, Suprabha disambut oleh para bidadari yang dulu mengenalinya. Mereka menanyakan bagaimana keadaan di kahyangan. Suprabha menceritakan bagaimana ia meninggalkan kahyangan atas kemauannya sendiri karena tahu bahwa kahyangan akan dihancurkan. Maka sebelum semua itu terjadi , , ia memutuskan untuk menyebrang ke raja Niwatakawaca. Suprabha selanjutnya dibawa menghadap sang raja. Seketika itu raja Niwatakawaca bangun dan bergegas menuju tamansari. Suprabha menolak segala desakan dan bujuk rayu penuh birahi sang raja. Dia menjelaskan agar sang raja bersabar hingga fajar menyingsing. Ia justru sekarang merayunya sambil memuji-muji kekuatan dan kesaktian sang raja yang tak terkalahkan itu. Ia terus berusaha mengorek keterangan bagaimana yoga Niwatakawaca dulu berhasil memperoleh restu dan kesaktian luar biasa dari dewa Rudra. Sang raja akhirnya terjebak oleh bujuk rayu dan kecantikan Suprabha dan membuka rahasianya. Dikatakan bahwa ujung lidahnya adalah tempat kesaktiannya. Mendengar berita itu, Arjuna segera meninggalkan tempat persembuyiannya dan mulai mengadakan kegaduhan di istana raja. Niwatakawaca terkejut oleh kekacauan dahsyat mendadak tersebut. Dia segera mencari tahu apa gerangan penyebabnya. Dilain pihak suasana itu justru dimanfaatkan oleh Suprabha untuk melarikan diri bersama Arjuna. Meluaplah amarah sang raja dan segera menyadari bahwa ia telah tertipu. Segera ia memerintahkan pasukannya untuk mempersiapkan diri meyerbu kahyangan tempat para dewa. Di kahyangan suasana menjadi cerah dengan datangnya kembali Arjuna dan Suprabha dengan selamat. Segera pula diadakan persiapan dan taktik untuk menyambut serangan pasukan raja Niwatakawaca. Sementara hanya Arjuna dan dibantu oleh Indra yang nanti bertugas untuk membunuh Niwatakawaca dengan senjata pamungkas karena ucapan sang raja yang kurang hati-hati. Tentara para dewa, apsara dan gandarwa menuju medan pertempuran di lereng sebelah selatan pegunungan Himalaya dan mengatur barisan dalam sebuah posisi disebut makara (berbentuk seperti udang raksasa). Akhirnya pertempuranpun tak terelakkan dan terjadi dengan sengit sampai-sampai Niwatakawaca sendiri terjun ke medan tersebut dan mencerai-beraikan pasukan para dewa. Mereka terpaksa segera mengundurkan diri. Sebagai taktik, Arjuna yang bertempur dibagian belakang pura-pura ikut dalam pasukan dan lari terbirit-birit tapi Arjuna telah menyiapkan busur yang akan digunakan untuk memanah NIwatakawaca. Ketika pasukan musuh terus memburu dan raja Niwatakawaca berteriak-teriak dengan seagala amarah dan sumpah serapahnya, Arjuna manarik busurnya,melesat lurus dan langsung menembus ujung lidah sang raja. Seketika itu pula ia tersungkur dan mati. Para pasukan raksasa segera melarikan diri atau dibunuh. Para dewa, apsara, dan gandarwa yang mati kemudian dihidupkan kembali dengan cipratan air suci amertha dan kembali ke kahyangan. Atas segala upaya dan keberhasilan Arjuna, maka dia menerima penghargaan dari dewa Indra. Selama tujuh hari tujuh malam dia menikmati kenikmatan surgawi (setara dengan tujuh bulan di dunia) Ia bersemayam bagaikan seorang raja di atas tahta Indra dan bersanding dengan bidadari cantik jelita Suprabha.
Namun seiring bergulirnya waktu, Arjuna semakin gelisah dan rindu akan saudara-saudaranya. Akhirnya dengan ijin Indra, maka Arjuna kembali lagi ke dunia dan menemui saudara-saudaranya tanpa menceritakan hadiah surgawi yang diterimanya kecuali hadiah senjata panah maha sakti Pasupati hasil tapa bratanya di gunung Indrakila.

Jumat, 11 Juni 2010

RAMA DAN SHINTA




Prabu Janaka, Raja Kerajaan Mantili memiliki seorang puteri yang sangat cantik bernama Dewi Shinta. Untuk menentukan siapa calon pendamping yang tepat baginya, diadakanlah sebuah sayembara. Rama Wijaya, Pangeran dari Kerajaan Ayodya akhirnya memenangi sayembara tersebut.Prabu Rahwana, pemimpin Kerajaan Alengkadiraja sangat menginginkan untuk menikahi Dewi Shinta. Namun, setelah mengetahui siapa Dewi Shinta, ia berubah pikiran. Ia menganggap bahwa Dewi Shinta merupakan jelmaan Dewi Widowati yang telah lama ia cari-cari.
Hutan Dandaka
Rama Wijaya beserta Shinta, istrinya, dan ditemani oleh adik lelakinya, Leksmana, sedang berpetualang dan sampailah ke Hutan Dandaka. Di sini mereka bertemu dengan Rahwana yang begitu memuja Dewi Shinta dan sangat ingin memilikinya. Untuk mewujudkan gagasannya, Rahwana mengubah salah satu pengikutnya bernama Marica menjadi seekor kijang yang disebut Kijang Kencana dengan tujuan memikat Shinta.Karena tertarik dengan kecantikan kijang tersebut, Shinta meminta Rama untuk menangkapnya. Rama menyanggupi dan meninggalkan Shinta yang ditemani Leksmana dan mulailah dia memburu kijang tersebut. Setelah menunggu lama, Shinta menjadi cemas karena Rama belum datang juta. Ia meminta Leksamana untuk mencari Rama. Sebelum meninggalkan Shinta, Leksmana membuat lingkaran sakti di atas tanah di sekeliling Shinta untuk menjaganya dari segala kemungkinan bahaya. Begitu mengetahui bahwa Shinta ditinggal sendirian, Rahwana mencoba untuk menculiknya namun gagal karena lingkaran pagar pelindung yang menjaganya. Kemudian ia mengubah diri menjadi seorang Brahmana. Shinta jatuh kasihan terhadap Brahmana yang tua tersebut dan hal tersebut membuatnya keluar dari lingkaran pelindung. Akibatnya, Rahwana – yang menjelma menjadi Brahmana tua tersebut – berhasil merebut dan membawanya terbang ke Kerajaan Alengka.
Memburu Kijang
Rama berhasil memanah kijang yang dikejarnya, namun tiba-tiba kijang tersebut berubah menjadi raksasa. Terjadilah perkelahian antara Rama dengan raksasa tersebut. Raksasa tersebut akhirnya dapat dibunuh Rama menggunakan panahnya. Kemudian tibalah Leksama dan meminta Rama untuk segera kembali ke tempat di mana Shinta berada.
Penculikan Shinta
Dalam perjalanan ke Alengka, Rahwana bertemu dengan burung garuda bernama Jatayu. Mereka kemudian terlibat pertengkaran karena Jatayu mengetahui bahwa Rahwana menculik Dewi Shinta – yang adalah anak Prabu Janaka, teman dekatnya. Sayangnya, Jatayu berhasil dikalahkan oleh Rahwana saat mencoba membebaskan Shinta dari cengkeraman Rahwana. Mengetahui bahwa Shinta tidak lagi berada di tempat semula, Rama dan Leksmana memutuskan untuk mencarinya. Dalam perjalanan pencarian tersebut, mereka bertemu dengan Jatayu yang terluka parah. Saat bertemu pertama kali tersebut, Rama mengira bahwa Jatayulah yang menculik Shinta sehingga ia berniat membunuhnya namun Leksmana mencegahnya. Jatayu menjelaskan apa yang terjadi sebelum akhirnya ia meninggal.
Tidak lama kemudian, seekor kera putih bernama Hanoman tiba. Ia diutus oleh pamannya, Sugriwa, untuk mencari dua pendekar yang mampu membunuh Subali. Subali adalah seorang Kera yang suci dan telah mengambil Dewi Tara, wanita kesayangan Sugriwa. Setelah dipaksa, akhirnya Rama memutuskan untuk membantu Sugriwa.
Gua Kiskendo
Pada saat Subali, Dewi Tara dan anak lelakinya sedang berbincang-bincang, tiba-tiba datanglah Sugriwa dan langsung menyerang Subali. Sugriwa yang dibantu oleh Rama akhirnya mampu mengalahkan Subali. Sugriwa berhasil merebut kembali Dewi Tara. Untuk membalas kebaikan Rama, Sugriwa akan membantu Rama mencari Dewi Shinta. Untuk tujuan ini, Sugriwa mengutus Hanoman untuk mencaritahu mengenai Kerajaan Alengka. Kemenakan Rahwana, Trijata, sedang menghibur Shinta di taman. Rahwana datang untuk meminta kesediaan Shinta menjadi istrinya. Shinta menolak permintaan tersebut. Hal ini membuat Rahwana kalap dan mencoba membunuhnya namun Trijata menghalanginya dan memintanya untuk bersabar. Trijata berjanji untuk merawat Shinta. Saat Shinta merasa sedih, ia tiba-tiba mendengar nyanyian indah yang disuarakan oleh Hanoman, si kera putih. Hanoman memberi tahu Shinta bahwa ia adalah utusan Rama yang dikirim untuk membebaskannya. Setelah menjelaskan tujuannya, Hanoman mulai mencari tahu kekuatan seluruh pasukan Alengka. Ia kemudian merusak taman tersebut. Indrajit, anak lelaki Rahwana, berhasil menangkap Hanoman namun Kumbokarno mencegahnya untuk membunuhnya dan Hanoman dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar. Namun saat dibakar, Hanoman berhasil lari dan justru membakar kerajaan dengan tubuhnya yang penuh kobaran api. Segera setelah membakar kerajaan, Hanoman datang kepada Rama dan menjelaskan apa yang telah terjadi. Rama kemudian pergi ke Alengka disertai dengan pasukan kera. Ia menyerang kerajaan dan membuat pasukan Alengka kocar-kacir setelah Indrajit – sebagai kepala pasukan kerajaan – berhasil dibunuh.Rahwana kemudian menunjuk Kumbokarno – raksasa yang bijaksana – untuk memimpin pasukan kerajaan Alengka melawan balatentara Rama yang dibantu Raja Kera Sugriwo. Namun kemudian Kumbokarno berhasil dibunuh oleh Rama dengan panah pusakanya. Rahwana mengambil alih komando dan mulai menyerang Rama dengan bala tentara seadanya. Rama akhirnya juga berhasil membunuh Rahwana. Dibawa oleh Hanoman, mayat Rahwana diletakkan di bawah gunung Sumawana.
Rama Bertemu Shinta
Setelah kematian Rahwana, Hamonan menjemput Shinta untuk dipertemukan dengan Rama. Namun Rama menolak Shinta karena ia berpikir bahwa Shinta sudah tidak suci lagi. Shinta kecewa dan untuk membuktikan kesetiaannya kepada suaminya, ia menceburkan diri ke dalam kobaran api dan membakar diri. Karena kesuciannya dan atas bantuan Dewa Api, ia tidak terbakar dan selamat. Hal tersebut membuat Rama bahagia dan akhirnya menerimanya kembali menjadi istrinya.

HARYO SENGKUNI




Haryo Sengkuni adalah tokoh sentral dalam alur cerita pewayangan. Tanpa kehadiran sang patih ini cerita wayang menjadi hambar. Tiada intrik, tiada trik, tiada pertikaian.
Sengkuni adalah Patih di Negara Astina, negara Kurawa. Berperawakan kurus, wajahnya pucat kebiru-biruan, gaya bicaranya klemak-klemek. Dan, tak jarang terkesan menjengkelkan. Cerdas, pandai bicara dan tangkas. Namun, prilakunya cenderung berbuat licik, senang menipu, munafik, senang memfitnah, menghasut, mencelakakan orang lain, dan iri hati. Selalu menyimpan dorongan sadis, “biarlah orang lain menderita yang peting saya bahagia.”
Berbekal Ajian Pancasona, Sengkuni termasuk tokoh sakti. Ia berhasil mewujudkan apa yang ia inginkan. Pun mampu mengambil kesempatan dalam kesempitan ketika terjadi pertikaian. Ia berhasil melumuri tubuhnya dengan Lenga (minyak) Ta la ketika pusaka milik Pandu ini diperebutkan Pandawa dan Kurawa, sepeninggal Pandu.
Sebelum mangkat Pandu menitipkan Lenga Tala kepada Dretarastra untuk kelak diserahkan kepada para Pandawa ketika dewasa. Lenga Tala merupakan pusaka pemberian dewa sebagai hadiah kepada Pandu yang berhasil mengalahkan Nagapaya, musuh kayanganBeberapa tahun kemudian, terjadi perebutan antara Pandawa dan Kurawa. Dretarastra memutuskan untuk melemparkan minyak tersebut beserta wadahnya jauh-jauh agar tidak menjadi sumber perikaian antarsaudara. Pandawa dan Kurawa segera berpencar untuk bersiap menangkapnya.
Sangkuni tetap mendampingi Destarastra. Dengan licik ia menyenggol tangan Dretarastra ketika hendak melemparkan cupu manik. Dan, sebagian Lenga Tala pun tumpah. Sengkuni segera melepas semua pakaian dan bergulingan di lantai untuk membasahi seluruh kulitnya dengan Lenga Tala. Lumuran Lenga Tala membuatnya sakti mandraguna ora mempan kapan palune pande atau kebal terhadap senjata apa pun.
Dalam silsilah pewayangan Jawa Harya Sengkuni atau Trigantalpati adalah putra kedua Prabu Gandara, raja negara Gandaradesa dengan permaisuri Dewi Gandini. Saudara kandungnya Dewi Gandari, Arya Surabasata dan Arya Gajaksa.
Ketika dewasa Arya Sengkuni menikah dengan Dewi Sukesti, putri Prabu Keswara raja negara Plasajenar. Dari perkawinan ini ia memperoleh tiga keturunan: Arya Antisura/Arya Surakesti, Arya Surabasa dan Dewi Antiwati yang kemudian diperistri Arya Udawa, patih negara Dwarawati.
Arya Sengkuni ahli dalam siasat, tata pemerintahan dan ketatanegaraan. Juga mahir dalam olah keprajuritan. Dengan Cis, pusakaka yang berbentuk tombak mampu memerintah gajah dan mendatangkan sumber air ketika ditancapkan ke tanah.
Selain patih, Sangkuni merupakan penasihat utama Duryudana, raja Hastina. Memang, dalam cerita pewayangan Sengkuni adalah patih atau perdana menteri. Tapi pada hakikatnya ia lah sebenarnya pengendali Hastina.
Berawal dari ide dan strategi Sengkuni, Kurawa berhasil mengusir Pandawa dari Kerajaan Indraprastha yang didirikan Pandu melalui permainan dadu. Dan membuat Pandawa berserta Kunti, merana puluhan tahun karena harus kehilangan negara dan diasingkan
Manakala Duryudono berkeluh kesah bila negara Indraprasta lebih baik ketimbang Hastinapura, Sengkuni menyarankan tidak perlu membangun Hastina meniru Indraprasta. Yang perlu dilakukan adalah merebutnya dari tangan Pandawa. Duryudono setuju dan Sengkuni ditunjuk sebagai pimpro pengambilan kekuasaan.Dengan tipu muslihatnya Sengkuni berhasil mengundang Pandawa untuk bermain dadu di Hastinapura. Sesuai rencana Sengkuni bertindak sebagai pelempar dadu Kurawa. Kesaktiannya berhasil mengalahkan Pandawa. Sedikit demi sedikit harta benda, istana Indraprastha, kemerdekaan para Pandawa dan Drupadi jatuh ke tangan Duryudana.
Namun Dewi Gandari, ibu para Korawa tidak setuju dengan hasil permaianan judi itu karena juga mempertaruhkan wanita. Duryudana yang kecewa karena Drupadi dan Indraprasta batal menjadi miliknya mendesak Dretarastra, ayahnya untuk menyetujui permainan judi dadu diulang
Pada permainan dadu kedua, Pandawa kembali kalah di tangan Sengkuni. Sebagai hukuman, mereka harus menjalani hidup selama 12 tahun di dalam hutan, dan dilanjutkan dengan menyamar selama setahun di suatu negeri. Jika penyamaran mereka sampai terbongkar, mereka harus mengulangi kembali selama 12 tahun hidup di dalam hutan dan begitulah seterusnya. Ini hanyalah tipu daya Sengkuni untuk bisa menguasai Indraprasta selamanya.
Sengkuni tewas dalam perang Bharatayuda di tangan Bima (penegak Pandawa). Berbekal nasihat Kresna, Bima berhasil membunuh Sengkuni dan mengulitinya. Setelah kulit terlepas, tubuh Sengkuni dihancurkan dengan godho Rujakpolo

Senin, 07 Juni 2010

Cerita Wahyu Cakraningrat




Cerita Wahyu Cakraningrat


Cerita Wahyu Cakraningrat adalah bercerita tentang upaya tiga orang satria yaitu, Raden Lesmono Mandrakumara, Raden Sombo Putro dan Raden Abimayu yang berebut untuk mendapatkan kekuasaan. Ketiganya sama-sama berambisi besar menjadi Ratu. Untuk itu, mereka harus bertarung dan mendapat gelar ”Wahyu Cakraningrat”. Namun mendapatkan Wahyu Cakraningrat tidaklah mudah karena sejumlah syarat harus dipenuhi agar Wahyu Cakraningrat bisa majing atau sejiwa dengan satria terpilih. Adapun syarat yang harus dipenuhi adalah: mampu handayani (membuat contoh yang baik) kepada rakyat, berpegang pada kejujuran, mampu memberikan keteladanan, mampu memberikan rasa tenteram kepada rakyat, mampu memberi rasa kasih sayang pada rakyat, mempunyai perilaku amanah, mampu merekatkan seluruh rakyat tanpa memandang latar belakang, agama, ras dan budaya, serta harus peduli terhadap lingkungan.
Raden Lasmana Mandrakumara ingin memiliki Wahyu Cakraningrat, dan dia harus bertapa di hutan Gangga Warayang. Pada saat ditanya tentang kesanggupannya bertapa di hutan, maka Raden Lasmana Mandrakumara menjawab sanggup bertapa di hutan tersebut. Namun dia ingin agar dijaga paman-pamannya, di antaranya adalah Sengkuni dan Drona. Yang paling penting bagi Lasmana Mandrakumara adalah membawa minuman dan makanan dengan tujuan agar tidak kelaparan pada saat bertapa meraih wahyu. Dengan demikian diri si tapa akan tenang sehingga wahyunya nanti akan mudah menyatu ke tubuh (manjing sarira), itulah pemikiran para sesepuh Hastina. Keberangkatannya di antar oleh para punggawa prajurit berkuda dan Lasmana Mandrakumara naik Joli Jempana yaitu kereta yang ditarik lebih dari dua ekor kuda.
Lain lagi dengan putra mahkota Dwarawati satriya Parang Garuda Raden Samba. Dia satriya yang pemberani juga ingin bertapa di dalam hutan Gangga Warayang untuk meraih Wahyu Cakraningrat. Kebertangkatannya diantar oleh para senapati sampai di perbatasan kraton. Selanjutnya berangkat sendiri dengan berjalan kaki. Ketika dalam perjalanan, Raden Samba bertemu dengan orang-orang Kurawa yang juga akan menuju ke hutan Gangga Warayang guna menyambut turunnya Wahyu Cakraningrat. Secara persaudaraan mereka saling bertegur-sapa tetapi setelah mengetahui keperluan masing-masing, mereka menjadi selisih pendapat. Awalnya hanya pertengkaran mulut, tetapi akhirnya menjadi pertengkaran fisik. Karena Raden Samba hanya sendirian maka ia tidak mampu melawan Kurawa, dan akhirnya menyingkir. Ada satu kebulatan tekad dalam diri Raden Samba. Walaupun kalah perang melawan orang-orang Kurawa dari Hastina bukan berarti harapan untuk memiliki Wahyu Cakraningrat berhenti. Wahyu Cakraningrat harus bisa diraih dan bisa menjadi miliknya, begitulah pikiran Raden Samba. Agar tidak bertemu dengan orang Hastina yang urakan itu maka Raden Samba melanjutkan perjalanan menuju hutan Gangga Warayang dari sisi lain.
Berbeda dengan Raden Abimanyu yang dikeroyok lima raksasa hutan, dan nampak satriya tersebut agak kewalahan. Kebetulan di angkasa terlihat Raden Gathotkaca yang sedang mencari Raden Abimanyu atas perintah sang paman Raden Arjuna. Dari angkasa Raden Gathotkaca telah melihat dengan jelas kejadian yang menimpa Raden Abimanyu, maka dengan segera dan cepat-cepat turun untuk membantu Raden Abimanyu. Dalam sekejab tamatlah riwayat lima raksasa pembegal itu di tangan Raden Gathotkaca. Setelah beristirahat sejenak, Raden Abimanyu menjelaskan kepada Raden Gathotkaca, bahwa dia sedang mencari Wahyu Cakraningrat. Maka Raden Gathotkaca dimohon agar pulang dahulu. Setelah Raden Gathotkaca pulang maka Raden Abimanyu melanjutkan perjalanan hingga sampai di suatu gunung yang dijadikan sebagai tempat bertapa.
Sedangkan Punokawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong berada di tempat yang jauh menanti selesainya Raden Angkawijaya (Abimanyu) bertapa. Sudah berbulan-bulan belum ada tanda-tanda selesai bertapa.Tiba-tiba keempat panakawan tersebut di suatu hari waktu larut malam melihat cahaya sangat terang turun di hutan Gangga Warayang bagian timur yang disusul dengan suara gunung meletus. Panakawan bingung, khawatir terhadap tuannya (bendaranya) yaitu Raden Angkawijaya, jangan-jangan suara tadi mengenainya sehingga mengakibatkan kematian. Baru saja akan beranjak tiba-tiba para panakawan mendengar sorak-sorai, yang ternyata adalah orang-orang Kurawa. Mengapa dan ada apa mereka bersorak-sorai? Wahyu Cakraningrat sudah turun dan berada pada diri Raden Lasmana Mandrakumara. Para Kurawa langsung mengajak Raden Lasmana Mandrakumara pulang ke negeri Astina. Rasa suka cita yang tiada taranya telah dirasakan oleh semua punggawa Hastina yang dalam hatinya masing-masing merasa sukses dan berhasil. Para golongan tua di antaranya Drona, dan Sengkuni merasa berhasil dan sukses mendidik Raden Lasmana Mandrakumara. Yang muda merasa berhasil memberikan petunjuk dan arahannya kepada putra mahkota itu dan masing-masing merasa berjasa. Sehingga semua berkata “kalau tidak ada saya mungkin gagal untuk mendapat Wahyu Cakraningrat.” Rombongan Kurawa segera pulang untuk merayakan keberhasilan Raden Lasmana Mandrakumara. Dalam perjalanan pulang rombongan Kurawa tidak merasa bahwa perjalanan kembali itu sudah mendapat separuh perjalanan. Tiba-tiba Raden Lasmana minta berhenti sebab dia bertemu orang yang berjalan sedang membawa barang bawaan dan tidak menghormat saat berada di depan Raden Lasmana Mandrakumara. Maka ditendanglah hingga orang itu terguling-guling di tanah dan barang bawaannya terlempar jauh serta hancur berantakan. Begitu ada kejadian seperti itu maka para punggawa yang merasa berjasa cepat-cepat ikut marah. Orang tadi terus dipukuli dan ditendang seperti bola. Orang itu hilang berubah menjadi cahaya dan kemudian masuk ke tubuh Raden Lasmana Mandrakumara dan keluar lagi bersama Wahyu Cakraningrat. Seketika itu jatuhlah Raden Lasmana Mandrakumara hingga pingsan. Mereka bersama-sama lari mengejar Wahyu Cakraningrat dan saling mendahului. Raden Lasmana Mandrakumara ditinggal sendirian di tempat itu. Sejenak peristiwa itu berlalu, terlihatlah dua cahaya dari angkasa turun di hutan Gangga Warayang di bagian sebelah barat. Tidak lama kemudian Raden Samba yang bersemedi di tempat tersebut merasa bahwa dirinya sudah bisa mendapatkan Wahyu Cakraningrat. Dia sangat bangga bahwa dengan kekuatan sendiri bisa mendapatkan wahyu tersebut. Maka berangkatlah Raden Samba pulang ke Dwarawati dengan hati yang sombong karena Wahyu Cakraningrat sudah berada pada dirinya. Tiba-tiba Kurawa mengejar dan meminta wahyu yang sudah berada pada diri Samba. Sudah barang tentu Raden Samba tidak memperbolehkan. Terjadilah peperangan yang sengit. Ternyata tidak ada yang bisa melawan kekuatan Raden Samba. Mereka lari tunggang langgang dan tidak ada lagi yang berani berhadapan dengan Raden Samba. Dengan larinya para Kurawa itu berarti mereka telah kalah dan tidak akan berani lagi mengganggu perjalanan Raden Samba. Demikianlah Raden Samba merasa dirinya paling kuat dan sakti mandraguna. Dia berani mengatakan ”akulah segalanya.” Bahkan Raden Samba telah berani mengukuhkan ”Akulah orang yang akan menurunkan Raja-raja “
Sesudah melontarkan kata-kata itu, dia lalu terdiam sejenak, dia seperti mendengarkan lengkingan kata-kata sang ibu dewi Jembawati ”Anakku ngger Samba, eling den eling ngati-ati marang sakehing panggoda. Eling-elingen ya ngger ya!” (anakku Samba, ingat dan hati-hatilah terhadap semua godaan, ingatlah angger). Dasar Samba anak yang congkak dan sombong, kata-kata ibunya itu selalu diingat tetapi tidak diperhatikan. Dalam hati kecil Raden Samba berkata ”namanya orang kuat karena mendapat wahyu maka tak ada yang mampu mengganggu, contohnya Kurawa tak akan mampu mengalahkanku ha..ha..ha…” demikian kata-kata sombong Raden Samba. Sejenak kesombongan Raden Samba sedang bertahta dalam singgahsana hatinya. Seketika itu juga nampak di matanya seorang perempuan bersama seorang laki-laki tua. Si perempuan itu masih muda, cantik berkulit kuning langsap, bermata juling. Mereka menghaturkan sembah kepada Raden Samba. Dan tentu Raden Samba sangat rela untuk menerima sembahnya. Keduanya ingin mengabdi kepadanya. Itulah keperluan mereka berdua, mengapa keduanya menghadap ke sang penerima Wahyu Cakraningrat. Seketika itu juga Raden Samba berkenan untuk menerimanya tetapi si laki-laki ditolak dengan alasan sudah tua dan dipastikan tidak mampu bekerja, justru akan membuat kesal saja. Dengan hinaan itu menyingkirlah orang tua tersebut. Tentu saja si perempuan cantik itu mengikuti jejak si tua. Tetapi Raden Samba telah mengejarnya, sambil merayu si perempuan cantik yang mengaku bernama Endang Mundhiasih. Jawab Mundhiasih sambil melontarkan kemarahan atas ketidak adilan serta tidak adanya rasa belas kasih terhadap orang tua, hanya perempuan saja yang dikejar-kejar. Endang Mundhiasih berkata “Wahyu Cakraningratmu tidak pantas untuk menghujat”. Ternyata Mundhiasih dan orang laki-laki tua itu kemudian hilang bersamaan dengan sinar Wahyu Cakraningrat pergi meninggalkan Raden Samba. Seketika itu badan raden Samba terasa lemas bagaikan orang tak berpengharapan dan tidak tahu apa yang akan diperbuat. Bukan main rasa kecewa Raden Samba terhadap watak sombong dan congkaknya ketika merasa wahyunya sudah pergi. Wahyu Cakraningrat tidak kuat menempati rumah (tubuh) yang congkak dan sombong. Akhirnya Raden Samba menyadari bahwa Wahyu Cakraningrat bukanlah miliknya. Apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur maka pulanglah Raden Samba ke Kadipaten Parang Garuda di negara Dwarawati.
Di tempat lain, di sebelah selatan hutan Gangga Warayang, terlihat empat panakawan seperti biasa masih menanti selesainya tapa sang bendara. Pekerjaan seperti ini sudah terbiasa dilakukan oleh para panakawan sejak jaman Maharesi Manumayasa.Namun pada malam hari mereka berempat merasa seperti ada bayangan hitam berada tepat di tengah-tengah mereka. Bayangan tersebut sambil berkata ”Jawata bakal marengake dheweke nampa Wahyu Cakraningrat ”. (Dewata memperkenankan dia untuk menerima Wahyu Cakraningrat)Demikian para panakawan bergembira ria karena bendaranya telah mendapatkan apa yang didiinginkan. Dan benar, Raden Angkawijaya telah keluar dari pertapaannya. Wajahnya kelihatan cerah bersinar, tubuhnya nampak segar utuh tanpa cela. Memang itulah tubuh yang telah berisi wahyu. Maka berangkatlah pulang dan mereka memperhitungkan bahwa apa yang diidamkan telah terlaksana dan selesailah. Tiba-tiba datang para Kurawa mengejar Raden Angkawijaya yang telah mendapat Wahyu Cakraningrat. Para Kurawa mengejar Raden Abimanyu karena ingin merebut Wahyu Cakraningrat dan ternyata para Kurawa tidak mampu mengejarnya hingga Raden Angkawijaya sudah sampai di istana Amarta yang pada saat itu di Amarta sedang ada rapat rutin (siniwaka). Mereka semuanya bersyukur karena apa yang diinginkan Angkawijaya telah menjadi kenyataan. Dan Angkawijaya-lah kelak yang akan menurunkan raja-raja di Jawa.Tak lama kemudian terdengar suara ramai di luar yang ternyata orang-orang Kurawa yang merasa bahwa Wahyu Cakraningrat sudah menjadi milik Raden Lasmana Mandrakumara, maka mereka menginginkan agar Wahyu Cakraningrat di kembalikan kepada Raden Lasmana Mandrakumara. Peperangan antara Kurawa dengan Pandawa tak bisa dihindarkan. Namun tak ada si jahat dapat mengalahkan kebaikan.
By : Naning wijayanti
Dikutip dari berbagai sumber